Kasih Sayang & Kemurkaan Allah SWT Pada Jenazah Senin, 02 Januari 2012
قال رسول اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لَا يُعَذِّبُ
بِدَمْعِ الْعَيْنِ وَلَا بِحُزْنِ الْقَلْبِ وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا
وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ أَوْ يَرْحَمُ وَإِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ
بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْه
(صحيح البخاري)
“Sabda Rasulullah SAW: “Sungguh Allah SWT tidak menyiksa/murka
dengan linangan airmata, tidak pula dengan kesedihan hati, namun Allah
bisa murka atau bisa mengasihani sebab ini: seraya menunjuk lidah beliau
SAW, dan sungguh mayyit disiksa sebab raungan keluarganya atas
kematiannya” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ
اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ
اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا
لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ
عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ
قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ
وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha membuka
cahaya hidayah bagi hamba-hambaNya yang dikehendakinya untuk
tertuntunkan dengan hidayah dan tuntunan-tuntunan mulia yang berpijar
dengan munculnya nabi termulia, yang cahayanya berpijar menerangi alam
semesta, sehingga hamba-hamba yang dicintai maka nama-nama mereka
digemuruhkan di alam semesta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda bahwa jika seorang hamba dicintai oleh Allah subhanahu
wata’ala, maka Allah berfirman kepada Jibril AS dalam hadits qudsi
riwayat Shahih Bukhari:
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي
أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي
السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ
فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي
الْأَرْضِ
“ Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala jika mencintai seorang
hamba, maka Dia memanggil malaikat Jibril dan berkata : “ Wahai Jibril,
aku mencintai orang ini maka cintailah dia!” Maka Jibrilpun
mencintainya, lalu Jibril mengumumkannya kepada seluruh penduduk langit
dan berkata: “ Wahai penduduk langit, sesungguhnya Allah mencintai orang
ini, maka cintai pulalah dia oleh kalian semua, maka seluruh penduduk
langit pun mencintainya. Kemudian orang itu pun dicintai oleh segenap
makhluk Allah di muka bumi ini .”
Maka semua manusia sebelum mereka wafat, nama-nama mereka telah
diserukan di kerajaan alam semesta dan telah dikenang sebagai hamba yang
dicintai Allah subhanahu wata’ala atau hamba yang dimurkai-Nya. Namun
bisa jadi dengan kehendak Allah Yang Maha Luhur dan Maha Suci, seorang
hamba bisa dirubah keputusan hidupnya dari kehinaan untuk mencapai
kemuliaan, dan hal itu tidaklah mustahil bagi Allah subhanahu wata’ala,
karena alam semesta ini adalah milik Allah subhanahu wata’ala. Allah
subhanahu wata’ala mampu membolak-balikkan kerajaan langit dan bumi ini
dengan kehendak-Nya, untuk mencintai hamb-hambaNya si fulan atau
membenci si fulan. Dan perkumpulan kita di malam ini adalah perkumpulan
hamba-hamba dimana nama-nama mereka sedang dikumandangkan di langit
sebagai hamba yang dicintai Allah. Ketahuilah dengan perkumpulan seperti
ini, jika kita bukan termasuk hamba yang dicintai Allah subhanahu
wata’ala, maka kita tidak akan bisa hadir di majelis yang dicintai
Allah, karena jika kita termasuk hamba yang dimurkai Allah maka tempat
kita adalah tempat-tempat yang dimurkai Allah. Namun saat ini kita
berada pada tempat yang dihujani rahmat dan hidayah, tempat yang
dihujani limpahan anugerah dan kasih sayang Ilahi, tempat yang
menjadikan seorang hamba yang dimurkai berubah menjadi orang yang
dicintai Allah. Maka semoga kita tidak keluar dari majelis ini kecuali
telah dicatat nama-nama kita dengan tinta cahaya bahwa kita termasuk
hamba yang dicintai Allah, sehingga kita wafat dalam keadaan cinta dan
dicintai Allah subhanahu wata’ala kemudian dibangkitkan bersama
hamba-hamba yang dicintai Allah .
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Pada majelis yang lalu, kita membaca hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, namun belum sempat saya jelaskan, dimana Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda riwayat Shahih Bukhari:
أَمَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِىَ أَهْلَهُ قَالَ بِسْمِ
اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنِى الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا
رَزَقْتَنَا ثُمَّ رُزِقَ أَوْ قُضِىَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ لَمْ يَضُرَّهُ
الشَّيْطَانُ
“Apabila seseorang membaca doa berikut ini sebelum menggauli
isterinya: "bismillah allahumma jannibnis syaithan wa jannibis syaithan
ma razaqtana" (Dengan menyebut nama Allah, ya Allah, jauhkanlah syetan
dari saya, dan jauhkanlah ia dari apa yang akan Eukau rizkikan kepada
kami (anak, keturunan), kemudian dari hubungan tersebut ditakdirkan
menghasilkan seorang anak, maka ia tidak akan diganggu oleh setan
selamanya"
Jika dari hubungan itu lahir seorang anak atau bayi, maka syaitan
tidak akan mampu memperangkapnya. Namun ucapan ini bersifat ‘aam makhsus
(Umum dan dikhususkan), dimana yang dimaksud bukan berarti anak
tersebut tidak akan bisa digoda oleh syaitan akan tetapi tidak akan
terjebak oleh syaitan ke dalam dosa-dosa besar. Oleh karena itu, nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada ummatnya akan
tuntunan keselamatan seorang anak sebelum ia terlahirkan dan masih
berada di sulbi ayahnya, yaitu dengan membaca doa tersebut di atas. Maka
para generasi di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu
keturunan para sahabat adalah para imam-imam besar, para tabi’in dan
hujjatul islam. Akan tetapi semakin manusia menjauhi sunnah ketika
berhubungan antara suami dan istri, yang hubungan mereka hanya sekedar
sebagai pelampiasan nafsu saja, maka dari sana terlahirlah para generasi
yang mudah terjebak dalam perangkap syaitan, seperti perbuatan zina,
narkotika dan lainnya, karena sebelum terlahir ia tidak terjaga oleh
cahaya tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selanjutnya hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang kita
baca tadi, bahwa seseorang yang menangisi orang yang telah wafat maka
jenazah orang yang wafat itu tidak akan disiksa oleh Allah subhanahu
wata’ala, sebagian muslimin memahami bahwa menangisi orang yang telah
meninggal maka si mayyit akan disiksa, tidak demikian halnya bahkan
sayyidina Abu Bakr As Shiddiq menangis di depan jenazah sayyidina
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, begitu juga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dulu menangis di hadapan seorang bayi yang
telah wafat, begitu juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengalirkan air mata ketika putrinya wafat. Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda dan menjelaskan bahwa Allah tidak akan
menyiksa seorang yang telah meninggal karena tangisan orang-orang yang
ditinggalnya dan tidak juga Allah menyiksa atas kesedihan hati orang
yang ditinggalnya , karena sepantasnya seseorang bersedih jika ditinggal
oleh kekasihnya, namun Allah subhanahu wata’ala bisa murka terhadap
jenazah sebab ucapan mereka yang ditinggalkan atau mengasihinya . Para
imam ahlu hadits, diantaranya Al Imam Ibn Hajar Al Asqalni di dalam
Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan makna hadits ini
adalah yang dimaksud bahwa lisan (ucapan) yang bisa menjadikan jenazah
disiksa adalah orang-orang yang melakukan niyahah (berteriak/meronta-ronta)
seakan tidak menerima takdi Allah subhanahu wata’ala, dan si
mayyit semasa hidupnya tidak mengajarkan kepada keluarganya bahwa
menyesali takdir Allah adalah hal yang tercela, maka Allah tampakkan
kehinaan kepadanya dengan tangisan keluarganya atas meninggalnya, maka
dalam hal seperti ini jika semakin para keluarga dan kerabatnya menangis
maka ia akan semakin terhimpit dan tersiksa, karena ia tidak
mengajarkan kepada mereka untuk menerima dan bersabar atas takdir yang
diberikan Allah kepada mereka. Maka dalam hadits tersebut tersimpan satu
kata dan menjadi dalil yang jelas bahwa Allah bisa menyayangi jenazah
sebab ucapan atau doa seseorang. Sebagian pendapat mengatakan bahwa
orang yang telah meninggal maka amalnya terputus dan tidak lagi bisa
sampai kepadanya amal apapun, akan tetapi orang yang masih hidup dapat
menolong orang yang telah meninggal dengan doanya, hadits tadi merupakan
salah satu dalil akan hal ini, dimana seorang jenazah bisa disiksa atau
disayangi oleh Allah sebab lisan/ucapan orang yang hidup, jika orang
yang masih hidup mendoakannya maka hal itu akan bisa merubah keadaannya
di dalam kubur. Adapun yang dimaksud ucapan orang yang masih hidup akan
menjadi musibah bagi jenazah di alam kuburnya adalah niyahah, seperti
berkata dengan berteriak sambil menangis : “jika si fulan tidak melakukan hal itu maka ia tidak akan meninggal”,
dan lainnya dari ucapan-ucapan yang menunjukkan penyesalan atas
kematian seseorang, hal itulah yang menjadikan si mayyit tersiksa di
kuburnya. Namun sebagian ulama’ berpendapat bahwa selama si mayyit di
masa hidupnya ia mengajarkan kepada keluarganya untuk tabah dan sabar
atas takdir Allah subhanahu wata’ala, maka ia tidak akan mendapatkan
kesulitan tersebut di kuburnya, namun yang akan mendapatkan kesulitan
adalah keluarganya yang masih hidup.
Saudara saudari yang kumuliakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah perantara termulia,
terindah dan terbaik antara kita dengan Allah subhanahu wata’ala.
Sebagaimana kita tidak bisa melihat Allah subhanahu wata’ala, dan kita
tidak akan mengenal Al qur’an kecuali dari sayyidina Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam, karena Allah subhanahu wata’ala tidak
mengajarkan Al qur’an kepada kita secara langsung. Dalam hal ini saya
ingin menukil suatu riwayat yang tsiqah dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi
syarah Sunan At Tirmidzi, dimana suatu waktu sayyidina Utsman bin Hanif
RA, salah seorang sahabat Rasulullah di datangi oleh seseorang dan
berkata kepadanya : “Aku ingin bertemu dengan khalifah Utsman bin
Affan (Khalifah di masa itu) karena aku mempunyai hutang yang belum
terselesaikan, namun untuk bertemu dengan beliau merupakan hal yang
sulit karena beliau sangat sibuk”, maka sayyidina Utsman bin Hanif berkata : “Masukklah engkau ke dalam masjid, berwudhulah kemudian shalatlah 2 rakaat, setelah selesai shalat berdoalah” :
اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ
مُحَمَّدٍ النَّبِي الرَّحْمَةِ. يَا مُحَمَّدُ إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ
إِلىَ رَبِّي فِي حَاجَتِيْ هَذِهِ فَتَقْضِي لِي. اَللَّهُمَّ شَفِّعْهُ
فِيَّ وَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ
“Ya Allah, aku memohon kepadaMu dan meminta kepadaMu demi
nabiMu Muhammad yang penuh rahmat. Wahai Muhammad, sungguh aku meminta
kepada Tuhanku atas hajatku dengan perantaramu, maka kabulkanlah
untukku. Ya Allah, berilah syafaat kepadanya untuk mensyafaatiku, dan
kabulkanlah doaku untuknya”
Mengapa dalam doa itu disebutkan perkataan يا محمد : Wahai Muhammad ,
padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah wafat. Namun
ingatlah bahwa setiap kita melakukan shalat, kita selalu berbicara
dengan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam tasyahhud dengan
mengucapkan:
السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu wahai Nabi dan juga rahmat dan berkahnya”
Dan dalam madzhab Syafii jika tidak mengucapkan “Assalamu ’alaika : Salam sejahtera untukmu”, maka shalatnya tidak sah, meskipun dalam madzhab yang lain diperbolehkan mengucapkan “Assalamu ’alaihi : salam sejahtera untuknya”, atau “Assalamu ‘alaa an nabiy : salam sejahtera untuk nabi”.
Dalam riwayat shahih Bukhari disebutkan ketika salah seorang
sahabat yang sedang melakukan shalat dipanggil oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam namun ia tidak menjawab , dan setelah
selesai melakukan shalat ia menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dan berkata kepada Rasulullah : “wahai Rasulullah ketika engkau memanggiku, aku sedang melakukan shalat”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Tidakkah engaku mendengar firman Allah subhanahu wata’ala” :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
( الأنفال : 24 )
“Wahai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan
Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan
kepada kamu”. ( QS. Al Anfal : 24 )
Maka dikatakan oleh para imam bahwa orang-orang yang hidup pada masa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika sedang melakukan shalat
kemudian Rasulullah memanggilnya dan ia menjawab panggilan beliau
shallallahu ‘alaihi wasallam, maka shalatnya tidak batal. Maka sayyidina
Utsman bin Hanif mengajarkan doa tersebut kepada orang yang datang
kepadanya, dan setelah orang itu melakukan shalat 2 rakaat dan membaca
doa tersebut, kemudian ia keluar dan berjalan, setelah mulai mendekat
dengan rumah sayyidina Utsman bin Affan, maka beliau membuka pintu, dan
berkata : “wahai fulan, apa yang membuatmu datang kesini?”,
kemudian orang itu berkata: “wahai sayyidina Umar,
berbulan-bulan aku ingin berjumpa denganmu dan menyampaikan suatu hal
kepadamu dan untuk meminta bantuan darimu”, dan setelah ia
mengatakan seluruh hajatnya kepada sayyidina Umar maka beliau pun
memenuhinya, lalu orang itu pergi dan menemui sayyidina Utsman bin Hanif
dan berkata : “ apakah engkau telah mengatakan kepada sayyidina
Umar bahwa aku ingin bertemu dengan beliau dan membicarakan hajatku
kepada beliau?”, maka Utsman bin Harits berkata bahwa
ia tidak mengatakan hal itu kepada sayyidina Utsman bin Affan, orang itu
kembali berkata : “setelah tadi aku selesai melakukan shalat dan
berdoa dengan doa yang engkau ajarkan kepadaku, lalu aku keluar dan
setelah mendekat denagn rumah sayyidina Utsman bin Affan beliau membuka
pintu rumahnya dan menanyakan hajatku, kemudian memenuhi semuanya”, maka sayyidina Utsman bin Harits berkata, sebagaimana riwayat dalam kitab As Syifaa oleh Al Imam Qadhi ‘Iyadh :
“Ketika Rasulullah masih hidup, aku melihat seorang yang buta dan
berkata di hadapan Rasulullah : “wahai Rasulullah doakanlah aku agar aku
dapat melihat”, namun Rasulullah berkata : “jika engkau bersabar maka
hal itu lebih baik bagimu”, namun orang buta itu ingin sembuh dan bisa
melihat”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruhnya
untuk berwudhu lalu melakukan shalat 2 rakaat, kemudian beliau
mengajarkan doa yang tadi kuajarkan kepadamu setelah selesai mengerjakan
shalat, dan kulihat orang itu setelah melakukan shalat dan berdoa,
seketika ia melepas tongkatnya dan dapat ia melihat”.
Hal ini merupakan mu’jizat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam . Terdapat pula dalam riwayat dimana ketika seorang hakim
sedang mengadili 2 orang yaitu seorang shalih dan seorang pendosa,
dimana si pendosa mengambil tanah milik orang shalih itu dan mengakui
bahwa tanah itu adalah miliknya, sang hakim tahu bahwa si pendosa itu
berbohong dan orang shalih itu tidak akan berdusta, maka sang hakim
berkata kepada pendosa itu : “wahai fulan, apa buktinya bahwa tanah itu adalah milikmu?” maka pendosa itu berkata : “aku mempunyai 2 orang saksi yang akan bersumpah demi nama Allah bahwa tanah itu adalah milikku”, padahal 2 orang saksi itu adalah saksi yang dibayar. Kemudian sang hakim bertanya kepada orang shalih itu : “Wahai fulan, apakah engkau memiliki bukti bahwa tanah itu adalah milikmu dan bukan milik orang itu?”, orang shalih itu berkata : “ Aku tidak mempunyai saksi kecuali Allah subhanahu wata’ala”,
maka diputuskan bahwa tanah itu milik pendosa tersebut,
meskipun sang hakim mengetahui bahwa pendosa itu berbohong, namun karena
dalam hukum bahwa kesaksian yang sah adalah jika terdapat dua saksi,
maka kesaksian pendosa itu diterima, lalu orang shalih itu berkata : “ benarkah engkau akan menyerahkan tanahku ini kepada orang yang telah berdusta itu?!, kemudian ia berdoa : “Wahai Allah tenggelamkanlah ia hingga ke lututnya”, maka si Hakim pun tenggelam ke dalam bumi hingga ke lututnya, kemudian orang shalih itu kembali berkata : “apakah engkau tetap akan memutuskan dan menyerahkan tanahku kepada orang itu?”, sang hakim menjawab : “aku akan tetap berjalan pada apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, maka orang shalih itu berkata : “wahai bumi pendamlah ia hingga ke perutnya”, si hakim pun terpendam sampai ke perutnya hingga merasa sesak untuk bernafas, namun ia berkata : “aku akan tetap berada pada jalan yang diajarakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, maka orang shalih itu berkata : “wahai bumi pendamlah ia hingga sampai ke lehernya”, orang shalih itu kembali berkata : “apakah engkau tetap akan membela orang-orang yang berdusta itu”,
sang hakim yang telah terpendam sampai ke lehernya, hingga
tidak lagi mampu bernafas, kemudian sang hakim itu dalam keadaan tidak
berdaya mengangkat tangannya dan berteriak : “Aku hanya ingin membela syaritmu wahai Rasulullah”,
maka dalam sekejap ia pun terangkat ke atas bumi, sungguh hal
ini sebab mu’jizat dan kemuliaan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Tidak ada seorang pun yang bisa melawan mu’jizat sayyidina
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh sebab itu cintailah nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dalam kitab Adab Al Mufrad beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
أَجِيبُوا الدَّاعِيَ وَلَا تَرُدُّوا الْهَدِيَّةَ وَلَا تَضْرِبُوا الْمُسْلِمِينَ
“Penuhilah orang yang memanggil (undangan), dan janganlah menolak hadiah, dan janganlah memukul orang-orang muslim”
Adapun dalam hal mendatangi undangan, sebagaimana setelah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam wafat banyak diantara para sahabat yang
mengurung dirinya dan tidak mau keluar rumah, hal itu benar adanya
sebagaimana dalam riwayat bahwa setelah wafatnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan mulai terjadi fitnah antara khulafaa ar rasyidin,
maka berpuluh-puluh tahun para ahlu Badr tidak keluar dari rumahnya
hingga ia wafat, namun sebagian para sahabat tetap keluar rumah untuk
berjihad, mengajar, dll. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memerintahkan untuk mendatangi undangan selama undangan itu dalam
kebaikan bukan dalam kemaksiatan. Dan dalam sebuah hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa seburuk-buruk undangan
adalah undangan untuk orang-orang kaya, sedangkan orang miskin tidak di
undang. Dan juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan
untuk tidak menolak hadiah, dan tidak memukul orang muslim. Oleh sebab
itu berhati-hatilah dalam hal ini, jagalah tangan kita jangan sampai
memukul orang muslim, sehingga kelak di hari kiamat tangan itu akan
bersaksi bahwa ia telah memukul orang yang mengucap : “Laailaaha illallah Muhammad Rasulullah”.
Karena telah diriwayatkan di dalam kitab Adab Al Mufrad oleh
Imam Al Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang
kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib bersama 2 orang hamba sahaya, dan
berkata : “wahai Ali, kuserahkan kepadamu 2 orang hamba sahaya,
namun kuberpesan satu hal yaitu jangan pernah pukul mereka, karena aku
dilarang untuk memukul orang yang mengerjakan shalat”. Demikian tuntunan indah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga
Allah subhanahu wata’ala semakin memakmurkan hati kita, memakmurkan ruh
dan pemikiran kita dan memakmurkan kehidupan kita di dunia dan akhirat,
amin allahumma amin.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ
إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ
إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ
السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا
نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ
تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.
Terakhir Diperbaharui ( Saturday, 14 January 2012 )
Sumber : www.majelisrasulullah.org